NINO
CITRA ANUGRAHANTO UNTUK KOMPAS
CEO Bukalapak Achmad Zaky
dalam acara Kopdar Akbar 2017 Bukalapak di Wisma Aldiron, Pancoran, Jakarta
Selatan, Sabtu (25/11).
Urip mung mampir
ngombe adalah pepatah dari
bahasa Jawa yang berarti ”hidup hanya sementara”. Pepatah itu dipegang Achmad
Zaky, salah satu pendiri dan Chief Executive Officer PT Bukalapak, sebagai
panduan hidupnya. Ia ingin terus memberikan manfaat bagi masyarakat dan
lingkungan sekitar melalui keahliannya dalam berbisnis dan teknologi informasi. Saat ini, ada sekitar 2
juta orang yang ia berdayakan dengan menjadi pelapak melalui platform marketplace bernama
Bukalapak. Marketplaceitu dibentuknya bersama teman satu kosnya,
Nugroho Herucahyono, sejak 2009 dan baru diluncurkan pada 2010.
Pria berusia 31 tahun itu
tampak sangat sederhana. Ia hanya mengenakan kaus hitam bertuliskan Bukalapak,
celana jins, dan sepatu kets, saat ditemui Kompas dalam Kopdar
Akbar 2017, di Lapangan Wisma Aldiron, Pancoran, Jakarta Selatan, Sabtu (25/11)
siang. Acara itu mempertemukan semua pelapak dari berbagai daerah di Indonesia
yang tergabung dalam Bukalapak.Keramahan juga terpancar
darinya. Senyum tidak pelit-pelit ia bagikan kepada siapa pun yang menyapanya.
Para pelapak yang datang dari Lampung, Surabaya, Bandung, dan lain-lain, pada
hari itu bisa seenaknya merangkul dia dan mengajak berswafoto bersama. Ia tetap
rendah hati meski memiliki jabatan tinggi di perusahaan yang dikelolanya.
Di sela-sela kesibukan
Zaky, sapaan akrab pria itu, bertemu dengan para pelapak, Kompas mendapat
kesempatan berbincang empat mata dengannya. Berikut wawancara Kompas dengan
penggawa salah satu marketplace ternama di Indonesia.
Bagaimana perjalanan
Bukalapak dari awal?
Perkembangannya
eksponensial, ya. Kami sudah tujuh tahun, hampir delapan tahun. Kami memulai
dari dua orang. Saya dan teman saya dari kamar kosan. Kami tidak pernah
menyangka bisa sampai sebesar ini.
Ya, selayaknya anak muda
yang dulu punya mimpi gedhe gitu, loh. ”Ah, kamu anak muda enggak
mungkinlah itu.” Begitu, kan, biasanya? Ini berawal dari kenaifan anak muda
yang gila. Kami sendiri juga awalnya ada tidak yakinnya, gitu.
Nekat saja memulai ini karena ada mimpi yang besar. Mimpi bahwa harus ada
anak muda yang membuat hal seperti ini supaya bisa memberdayakan orang dengan
teknologi. Kita tahu sendiri Indonesia begini, ya. Lapangan pekerjaan sulit.
Kami tidak ingin mendesak para pekerja yang lain. Kami ingin menciptakan
lapangan pekerjaan.
Jadi, spirit awalnya dari
situ. Namun, kita sendiri awalnya tidak yakin. Apalagi orang sekitar. He-he-he.
Ya, sembari meyakinkan diri sendiri juga. Ini benar tidak, sih? Kami kerja
keras siang malam. Tidur larut, bangun pagi buta. Ya, seperti kalau mengingat
sewaktu masih indekos dulu.
Sewaktu awal dulu,
Bukalapak itu mungkin analoginya seperti bayi baru lahir. Masih dijagain banget.
Kami harus kerja keras. Itu pengalaman yang sangat spiritual bagi saya. Karena
apa? Kami tidak punya duit, keluarga kurang suportif, teman kurang suportif,
dan kami cuma dua orang.
Pekerjaan pertama itu kami
meyakinkan diri kami sendiri. Kami yakin tidak, sih? Sampai duit kami habis
dalam waktu satu tahun itu. Kami, kan, mengerjakan Bukalapak ini dengan uang
saku kami sendiri. Keyakinan kami, kan, jadi melorot itu.
Pekerjaan pertama itu
kami meyakinkan diri kami sendiri. Kami yakin tidak, sih? Sampai duit kami
habis dalam waktu satu tahun itu. Kami, kan, mengerjakan Bukalapak ini dengan
uang saku kami sendiri. Keyakinan kami, kan, jadi melorot itu. Apalagi teman
saya waktu itu akan menikah. Dia hampir keluar. Kalau dia keluar, bisa tutup
ini. Lalu, saya coba yakinkan dia. Setidaknya saya meyakinkan diri saya sendiri
terlebih dahulu.
Yang membuat saya yakin
itu, ya, teman-teman dari usaha kecil dan menengah (UKM) ini. Setahun kami
berjalan, kami memiliki 10.000 UKM. Mereka itu hidupnya bergantung pada kami
(Bukalapak). Saya tidak tega dengan mereka. Saya bilang ke teman saya, at
least, kasih waktu lah ke mereka. Kita lihat perkembangannya. Jika ini
ditutup, mereka rezekinya hilang. Jadi, saya pikir, ya, dia believe sama
itu.
Kalau dia bekerja, kerja
itu feeling-nya enggak kayak gitu. Ketika kerja untuk 10.000 orang,
ada kesenangan tersendiri untuk itu. Tidak digaji pula. Akhirnya, dia mau
bertahan dan pertumbuhannya makin fenomenal dan bisa sampai sekarang.
NINO
CITRA ANUGRAHANTO UNTUK KOMPAS
CEO PT Bukalapak Achmad
Zaky berswafoto bersama dengan para pelapak dari Bukalapak, di Wisma Aldiron,
Pancoran, Jakarta Selatan, Sabtu (25/11).
Awal idenya muncul sejak
kapan?
Ide itu muncul sudah ada
sejak 2009. Saya kuliah di ITB, masuk pada 2004, lulus pada 2009. Kami sudah
membangun kode untuk Bukalapak itu sejak 2009, baru diluncurkan 2010.
Modalnya apa waktu itu? Tidak ada modal. Modalnya
itu keyakinan, pengetahuan, dan keberanian. Kalau ditanya, saya juga berpikir
kenapa dulu yakin. Ya, nekat saja.
Bagaimana perkembangan
pelapaknya (UKM)? Pada 2010, sama sekali
belum ada pelapak. Pada 2011, kami punya 10.000 pelapak. Pada 2012, ada 50.000
pelapak. Saat 2013, itu ada 200.000 pelapak. Lalu, pas 2014 itu ada sekitar
500.000. Pada 2015, ada 1 juta pelapak. Pada 2016, ada 1,5 juta pelapak.
Terakhir 2017 ini, ada 2 juta pelapak.
Saya melihat jumlahnya
terus meningkat signifikan, bahkan berkali-kali lipat. Apa, sih, yang bisa membuat
seperti itu? Saya juga bingung
sebenarnya untuk menjelaskan itu. Tetapi, belakangan saya coba cari tahu. Kalau
saya bisa bilang, sih, ada faktor keberuntungan juga, ya.
Keberuntungannya
maksudnya seperti ini. Bukalapak itu memfokuskan perhatian ke UKM. Bukalapak
itu bukan perusahaan yang hanya profit oriented. Tetapi,
setelah saya pelajari, apa yang membuat itu tumbuh dan teman-teman senang
bekerja di sini adalah fokus Bukalapak terhadap UKM. Bukalapak tidak
sekadar company. Kami perusahaan yang punya tujuan lebih besar
daripada diri kami sendiri. Nah, ketika perusahaan itu memiliki
tujuan yang lebih besar daripada diri saya atau semua karyawan, itu ngerasa tidak
seperti kerja. Karyawan saya pun ngerasa tidak seperti kerja.
Sekarang kami punya 1.000 karyawan. Kami merasa seperti punya misi. Seperti
misionaris.
Kami seperti lagi on
mission untuk sesuatu yang lebih besar dari diri kami. Itu sangat
membahagiakan. Hal itu yang membuat kami semua bekerja keras, UKM juga senang
dengan kami. Itu bergulung. Karyawan juga senang. Kalau dilihat
platformnya, rating situs kami juga yang terbaik. Itu karena
dari hati. Bekerja dengan hati.
Berapa total transaksi? Wah, kalau total
transaksi ada puluhan triliun. Dari awal berdiri, bisa ada sekitar Rp 30
triliun. Tahun 2017 saja sudah ada Rp 10-12 triliun.
NINO
CITRA ANUGRAHANTO UNTUK KOMPAS
Para pelapak dari
berbagai daerah yang tergabung dalam Komunitas Pelapak Bukalapak, di Wisma
Aldiron, Pancoran, Jakarta Selatan, Sabtu (25/11).
Bagaimana cara Anda
menjelaskan ’bekerja dengan hati’? Kita, kan, hidup hanya
sementara, saya bilang ke teman-teman juga, ya, kita harus berartilah buat
orang banyak. Tentu, diri sendiri tetap penting, ya. Kita, kan, harus makan,
liburan, anak harus sekolah. Tetapi, kalau kita mikirin itu,
kita jadi stressful. Harus seimbang juga. Jadi, kalau kita mikirin sesuatu
yang lebih besar dari kita, kita bisa lebih bahagia. Ada inner
happiness yang tidak bisa didapat.
Jadi, ketika datang ke
keluarga, saya juga mencurahkan perasaan bahagia itu. Kalau, misalnya, di
kantor sudah terus-menerus membicarakan angka, nanti sampai rumah isinya pusing
dengan urusan kantor. Namun, kalau kita memikirkan sesuatu yang di luar diri
kita sendiri (orang lain), kita justru happy dan keluarga
serta lingkungan sekitar happy juga.
Kita punya misi yang
lebih besar daripada perusahaan ini. Misi itulah yang memberikan semangat bagi
saya, semua karyawan, dan pelapak sehingga mereka bisa bekerja dari hati.
Sebab, bekerja dari hati itu akan menghasilkan karya yang terbaik.
Itu yang Anda tanamkan
kepada karyawan? Ya, at least,
itu dari diri saya sendiri. Misi Bukalapak adalah mengembangkan UKM dan
memberikan pengaruh sosial ke lingkungan.
Komunitas Bukalapak itu
ada di 200 kota, ya? Iya, ada di 200 kota.
Tetapi, kalau jangkauannya itu bisa mencapai 300-400 kota. Sebab, acara-acara
kami yang ada di kota-kota lain itu juga diikuti oleh kota-kota kecil di
sekitarnya.
Setiap hari hampir ada
acara? Iya. Tetapi, di kota-kota
yang berbeda, ya. Jadi, semisal hari ini ada di Madura, besoknya di Solo ada
acara juga. Besoknya lagi, ada di Jakarta, lalu Garut. Di kota-kota berbeda.
Kadang-kadang ada lima acara dalam satu hari di kota-kota yang berbeda.
Acara seperti apa yang
dimaksud? Pendidikan. Gini,
UKM ini perlu dibuka pikirannya. Sebenarnya opportunity itu
banyak, hanya saja kebanyakan UKM itu nrimo saja, kan? Mereka
hanya menerima bahwa dagangannya hari ini tidak laku dan mengharapkan besok
bisa mendapat rezeki lebih. Nilainya itu seperti, ”ya, sudahlah, segini saja”. Dengan diadakan acara-acara
seperti itu, ternyata ada yang lebih menarik daripada yang mereka lakukan
sekarang. Tujuannya untuk membangkitkan semangat mereka. Memberikan motivasi
dan semangat perjuangan.
Berdasarkan riset kita,
orang yang datang dan belajar bersama di acara-acara kita itu penjualannya naik
50 persen. Kenaikannya dibandingkan dengan yang tidak ikut 50 persen lebih
besar. Kami fokus kepada pendidikan melalui komunitas. Mereka saling mengajari
satu sama lain.
Sebenarnya opportunity itu
banyak, hanya saja kebanyakan UKM itu nrimo saja, kan? Mereka hanya
menerima bahwa dagangannya hari ini tidak laku dan mengharapkan besok bisa
mendapat rezeki lebih. Nilainya itu seperti, ’ya, sudahlah, segini saja’.
NINO
CITRA ANUGRAHANTO UNTUK KOMPAS
Salah seorang pengunjung
dalam acara Kopdar Akbar 2017 Bukalapak, di Wisma Aldiron, Pancoran, Jakarta
Selatan, Sabtu (25/11).
Jadi, itu seperti saling
menguatkan di akar untuk nanti bisa maju bersama-sama? Ya. Semangat bukalapak
itu justru semangat untuk maju bersama-sama.
Mengapa semangatnya untuk
berkembang bersama? Balik lagi ke tujuan kami
tadi. Kami memang ingin menciptakan dampak yang besar untuk orang lain. Jika
kami hanya berkembang sendiri, tetapi pelapak tidak berkembang, itu tidak
bagus. Saya juga tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya. Tetapi, dari awal
memang konsep kami itu pemberdayaan masyarakat.
Kami ingin mengajak orang
ingin maju bersama. Ayo, jualan di Bukalapak. Ayo, sama-sama berkembang. Bukan
kita yang megangbarang. Konsep empowerment ini
memang kuat dari sejak awal berdiri.
Mungkin, alasan
rasionalnya, ya, waktu awal kami belum punya uang, sih. Kami mana bisa beli
barang segudang untuk dijual. Kami hanya bisa mengajak orang untuk berjualan.
Tetapi, entah mengapa,
dari awal konsepnya itu adalah kami sebagai platform yang mengajak orang-orang
untuk berkembang di atas platform kami.
Saya tadi melihat
kedekatan Anda dengan para pelapak itu bagaikan keluarga. Tanggapan Anda
tentang para pelapak itu seperti apa?
Ya, itu berhubungan
dengan nilai-nilai kami, seperti kekeluargaan dan kebersamaan. Kami ingin maju
bersama. Tetapi, jangan ditangkap keluarga ini dari sisi negatifnya, ya. Keluarga ini memang ada
dua sisi. Contoh, sebagai keluarga, semisal dia jualannya tidak benar, kita
bisa ingatkan dia tidak? Kalau kita keluarga yang baik, kita ingatkan dia.
Jadi, keluarga yang baik itu keluarga yang peduli ketika satunya menderita. Kalau
memang tidak bisa diberi tahu, mungkin dia bukan keluarga kita.
Dan, kami cukup punya
kepedulian untuk memberi tahu mereka. Ini misal ada yang penjualannya tidak
tertib, ya, kami beritahu. Jadi, pelapak yang ada di Bukalapak ini adalah
pelapak yang baik-baik karena mereka terhubung dalam satu nilai kebersamaan,
kekeluargaan, dan kepedulian.
NINO
CITRA ANUGRAHANTO UNTUK KOMPAS
Pengisi acara dalam
Kopdar Akbar 2017 Bukalapak, di Wisma Aldiron, Pancoran, Jakarta Selatan, Sabtu
(25/11).
Saya tertarik untuk
mengetahui struktur perusahaan di Bukalapak. Bagaimana Anda memandang
jabatan-jabatan struktural di Bukalapak? Struktur itu cuma nama,
gaji, dan skill. Selebihnya, kami semua di Bukalapak ini sama.
Sebisa mungkin kekeluargaan, kebersamaan, dan egaliter. Itu nilai-nilai yang
kami anut.
Jadi, kalau ada orang
yang hebat, atau perusahaan yang hebat, itu bukan karena ada satu individu yang
hebat. Perusahaan itu menjadi hebat karena kolektif. Saya lebih percaya
performa kolektif (collective performance). Saya memercayai performa
kolektif itu akan menghasilkan performa total yang ”gila”.
Perusahaan itu menjadi
hebat karena kolektif. Saya lebih percaya performa kolektif (collective
performance). Saya memercayai, performa kolektif itu akan menghasilkan performa
total yang ’gila’.
Itu karena kekuatannya
tidak hanya bergantung pada satu orang, ya? Ya. Seperti lidi yang
diikat. Kuat.
Anda sempat bercerita
bahwa awalnya ragu, mungkin bisa diceritakan seperti apa keraguannya saat itu?
Ragunya dari kapan itu?
Dari awal ragu. Tetapi,
ya, namanya anak muda, kami punya idealisme. Keinginan untuk menciptakan
lapangan pekerjaan, tetapi berbenturan dengan kenyataan bahwa kami tidak punya
uang.
Di satu sisi yakin,
tetapi kok enggak ada duit. Lalu, saya pelajari, ketika fokus memberi pengaruh
dan membantu orang lain, saya percaya nanti keamanan keuangan itu mengikuti.
Itu balik semua lagi ke diri kita.
Jadi, sebenarnya, saya
lebih percaya kalau kerja itu dibalik. Lihat, apakah yang kita lakukan ini
berpengaruh atau tidak kepada orang lain? Punya dampak atau tidak bagi orang
lain? Bermanfaat atau tidak bagi orang lain? Menurut saya, itu sih yang perlu
untuk dipikirkan terlebih dahulu.
Karena, kalau fokusnya
untuk mencari uang, seseorang bakal ngejar-ngejar uang.
Tetapi, kalau dibalik, fokusnya untuk membantu orang, justru seseorang itu
bakal dikejar-kejar uang.
Terakhir, apa makna
Bukalapak dan para pelapak ini bagi Anda? Hidup cuma
sementara. Urip mung mampir ngombe istilah Jawanya. Jadi, kita
harus memanfaatkan waktu kita yang sebentar ini untuk bisa memberi manfaat
sebanyak-banyaknya untuk banyak orang. Nah, menurut saya, fokus Bukalapak yang
di UKM ini adalah seperti anugerah.
Bisa enggak, sih, UKM di
Indonesia ini sejahtera? Mereka sudah menjadi
bagian dari hidup saya. Mereka adalah misi hidup saya. Bisa enggak, sih, UKM di
Indonesia ini sejahtera. Bisa enggak mereka sejahtera?
Dampaknya bisa jauh
sekali, kalau mereka bisa sejahtera. Mereka, kan, jumlahnya ada 2 juta atau 5
juta nanti. Jika nanti mereka bisa masuk jadi kelas menengah, itu mereka bisa
menyekolahkan anaknya. Mereka hanya pintu dari misi yang besar lagi. Anaknya bisa
kuliah, anaknya sejahtera. Kan, yang membuat Indonesia maju itu adalah generasi
masa depan 2050 atau 2100. Anaknya pintar-pintar, pendidikannya bagus, gizinya
bagus, dan bisnisnya jalan. Ya, fondasinya itu bisnis. Saya pikir, ada
kesempatan dari Bukalapak untuk mengubah Indonesia.
Karena, kadang, kan, kita
mikirnya yang atas saja, ya? Jarang ada yang mikirin di bawah
(UKM). Saya pikir memang harus ada yang memikirkan mereka, menaikkan
kesejahteraan mereka. (DD16)
Sumber : Kompas.id, 26 November 2017 mau membaca selengkapnya silahkan di sini : https://kompas.id/baca/utama/2017/11/25/ahmad-zaky-urip-mung-mampir-ngombe/
No comments:
Post a Comment