Sedapnya Kopi kalau lagi Panas
Sebagai penulis saya akrab dengan Kopi, saya bisa menikmati Kopi yang seperti apa saja. Hemat saya hal seperti itu muncul karena memang saya membutuhkannya bukan untuk menikmatinya tetapi sebagai partner dalam berkarya. Jadi kalau lagi seret, ya Kopinya juga kopi yang ada saja. Pada tahun tahun 70 an dahulu, Kopi itu malah ada yang dicampur dengan jagung, ya bagi saya Kopi seperti itu saja saya sudah sangat bersukur. Meski behitu saya tahu seperti apa rasanya Kopi yang enak. Kopi gurih dan baunya yang harum, harum dengan aroma yang khas.Khas Mandheling, khas Toraja, khas Gayo dll.dll.Anakku punya Kedai Kopi di Bandung, namanya Hailee Coffee, aku suka racikan Barista khas mereka. Jadi bagi saya Kopi adalah sangat sesuatu dalam berkarya.
Kopi Mandheling, Kopi Lungun Naso Rasasa
Oleh Harmen Batubara
Tetapi
terkait Kopi Mandheling saya punya ikatan yang sangat khas. Kenapa saya sebut
begitu? Karena memang keluarga dan nenek moyang saya berasal dari Mandailing,
khususnya dari Tolang. Ibuku sendiri adalah gadis dari Muarasiambak, Kotanopan.
Orangtuaku pindah mencari kehidupan baru ke wilayah Batang Angkola, desa
Aekgarugur. Dahulu semua itu masih dalam
wilayah Kabupaten Batang Angkola. Sekarang
menjadi wilayah Kecamatan Sayurmatinggi, Kota Padangsidempuan, sementara
Tolang, Husor Tolang dan Muarasiambak
jadi bagian dari Kabupaten Madina. Terkait Kopi ini, aku masih ingat pengalaman
yang menyenangkan ketika masih sekolah di SMP di Kotanopan, diundang liburan ke
Tolang dan Husortolang.
Kala
itu, aku merasakan betapa semua sanak yang ada begitu senang aku berada
diantara mereka,aku juga merasakan hal yang sama. Seperti kegiatan wisata saja,
selama saya di sana ada tiga sanak sebayaku, dapat tugas untuk selalu menemaniku
siang dan malam. Apa saja kami selalu bersama, mulai dari tidur (tidurnya juga
hanya gelar tikar), mandi, makan dan bermain. Sanakku yang tertua juga dibekali
uang. Jadi kalau makan agak terlambat kami bisa jajan, meski itu terbatas hanya
ke Lopo dan warung. Nah yang asik itu kalau kami ke Kebun Kopi sanakku itu.
Jalannya ke sana memang perlu satu jam lebih. Padahal kalau saya bayangkan
dengan kaca mata saya saat ini. Kalau Pemda buat Jembatan Rambin dan sarana
jalan, paling lama 15 menit atau kalau pakai sepeda motor cukup lima menit.
Kebunnya
itu sendiri sungguh nyaman, di sana ada Sopo lengkap dengan sarana masak[1]nya,
ada kolam serta ikannya. Entah karena kebetulan atau tidak tetapi ternyata kami
sama-sama punya ketrampilan masak yang baik. Saya sendiri memang sejak kelas
empat SD sudah bisa masak sendiri. Kalau lagi musim sawah, kedua orangtuaku
tinggal di sawah di saba Poldung (jarak 5 km dari kampung) dan aku sendirilah
yang tinggal di rumah, dan saya sendirilah yang melakukan semuanya ya masak,ya
sekolah. Saya punya satu adek perempuan kecil yang ikut orangtua di sawah.
Yang
asik itu adalah pada prosesing masaknya, mulai dari tangkap ikan, persiapan
bumbu dan panggang ikan serta menyedu Kopi. Sungguh sesuatu yang sangat beda,
asik dan kompak serta makanan dan Kopi yang nikmat. Habis makan lalu
leyeh-leyeh berbaringan sambil cerita sana-sini dan tertidur. Rasanya itu
seperti hidup entah dimana, tetapi dalam suasana perkebunan Kopi yang
menyenangkan. Ada lagi Kebun Kopi tulangku yang persis di pinggir Sungai anak batang
gadis.Kami malah menangkap ikannya ke sungai, lebih menantang, kami dapat ikan
tali-tali, akan tingkalang, ikan baung dan ikan gabus. Kenangan itu bisa terus
hidup selama lebih dari 40 tahun. Tapi sayangnya, hanya sekali itulah aku ke
Kampungku itu.Selesai dari SMP masuk ke SMA masih di Kotanopan. Tetapi saat
naik ke kelas dua, saya dapat jurusan IPA dan harus dipindah ke SMA II
PadangSidimpuan.
Aku sebenarnya mau saja pindah ke bagian Sosial agar bisa
tetap sekolah di Kotanopan. Tetapi kepala Sekolah tidak boleh kebetulan kami
yang ke IPA hanya empat orang. Semua prosesnya beliaulah yang mengurusnya. Aku
jadi pindah ke Padangsidimpuan, tinggallah Kotanopan dan tinggallah Kampung
Tolang. Sekolah kemudian membuatku lupa semuanya, aku dikirim sekolah
kemana-mana. Meski SMA nya dari Sidimpuan, tapi aku bisa masuk UGM Yogyakarta. Selesai
dari UGM, lalu ke Amerika, kemudian ke Australia, Belanda dan Inggeris.
Kemudian jadi tentara, yang menugaskanku terus bergerak kemana-mana. Kampung
dan handai tolan seolah terlupakan, yang ada hanya penugasan dan penugasan. Hal
hal emosional seperti itulah yang membuat saya berketetapan niat untuk
menuliskan sesuatu tentang Kopi Mandheling. Kopi Mandheling yang mengingatkan
aku betapa bahagianya bersama handai tolan di tanah mandailing.
Kembali
ke Kopi Mandheling, lalu aku ingat Bupati Madina, Dahlan Hasan Nasution[2]
yang ditampilkan sebagai salah satu pembicara di Seminar “Strategi Kebijakan
dan Program Pengembangan Kopi Indonesia Untuk Merespon Kebutuhan Agro Industri
Kopi Global” di Jakarta. Seminar ini
diinisiasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan PT Riset
Perkebunan Nusantara (RPN) di Hotel Borobudur, Rabu (8/8/2018).
Pada
kesempatan tersebut, bupati memaparkan dan sekaligus memperlihatkan potensi
Kopi Mandailing yang sangat digandrungi pasar ekspor dengan nama Mandheling
Coffee. Hanya saja, petani kopi di Mandailing Natal masih mengalami banyak
kendala dalam mengem bangkan usahanya yang membu tuhkan duku ngan pemerintah
dan dunia usaha. Khususnya dalam hal infrastruktur sarana jalan ke lokasi kebun
Kopi Rakyat di saentero wilayah Madina.
Madina
patut bersukur bawa saat ini Kopi Mandailing sudah mendapatkan Hak Paten
Indikasi Geografis Kopi Arabika Mandheling. Era baru dalam hal perkopian di
Indonesia. Hak Patent ini akan di kolaborasikan dengan para penggiat Kopi
Mandheling yang selama ini telah berjuang untuk kebaikan Kopi Mandailing. Ke
depan kita ingin melihat kerja sama mereka bisa berkolaborasi agar semua pihak bisa berperan
serta dalam mengangkat nama baik Kopi Mandheling serta merasa bahagia di dalam
kerja samanya. Di lain pihak kita berharap
Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Kopi Mandailing (MPIG)
sebagai pemilik Hak patent kita harapkan akan ikut terjun langsung ke lapangan
untuk bersama-sama stake holder lainnya mening katkan kualitas Kopi Mandheling
di semua lini. Baik itu di hulu maupun di hilir.
Saya
juga senang melihat berbagai perkembangan per kopian di Madina. Saya melihat selama ini Madina terus berupaya
untuk berbuat sesuatu bagi para penggiat Kopi, meski terbatas, sarana jalan
terus dibangun misalnya dari desa Pagur ke Desa Padang Lawas. Ke depan kita
akan usahakan terus meningkatkan infrastruktur perkopian ini. Madina juga sudah
mempunyai partner dengan PT Kopi Rakyat Indonesia untuk bekerja sama
mengembangkan lahan Kopi bersama rakyat. Kerja sama bisa dikembangkan sesuai
kesepakatan untuk kebaikan bersama. Juga sudah ada Rumah produksi Kopi dari Bank
Indonesia. Sudah didirikan Sekolah Kopi. Semua ini akan menjadi teman para
petani Kopi, baik dari sisi hulu maupun hilir atau mulai dari budidaya hingga
paska panen agar sesuai dengan standar kualitas pasar internasional. Serta
bagaimana pula melakukan negosiasi dengan produsen-produsen yang selama ini
memakai nama Mandheling. Mereka yang selama ini mengharumkan nama Kopi
Mandheling, semua itu semoga akan membuat para penggiat Kopi Mandheling jadi
lebih solid dan lebih bekerja sama untuk kemakmuran bersama.
Mau Baja Tentang Kopi Mandheling Lagi? Lihat DiSini
Kita
kembali pada Seminar “Strategi Kebijakan dan Program Pengembangan Kopi
Indonesia Untuk Merespon Kebutuhan Agro Industri Kopi Global” Dalam kesempatan
yang sama Menteri Perekonomian RI, Darmin Nasution menyatakan bahwa
perkembangan konsumsi kopi nasional mengalami kenaikan yang cukup pesat dalam 5
tahun terakhir. Yaitu 8,8% per tahun, tetapi sayangnya tidak diimbangi dengan
pertumbuhan produksi yang cenderung stagnan bahkan negatif, rata-rata - 0,3%
per tahun. Darmin Nasution menegaskan jangan sampai Indonesia nantinya akan
mengimpor kopi untuk kebutuhan konsumsi. “Apabila kita tidak mengantisipasi dan
mengatasi masalah ini, tidak menutup kemungkinan 2-3 tahun ini, Indonesia dapat
menjadi importir kopi. Dengan begitu, diperlukan sebuah langkah strategis dan
prospektif perkopian nasional,” ujarnya kala itu.
Darmin
juga menegaskan bahwa hal yang perlu menjadi fokus pembahasan adalah kecilnya
luasan kebun kopi yang digarap oleh petani. Saat ini, kebun kopi yang dikelola
setiap keluarga petani masih relatif kecil, yakni mencapai 0,71 hektare per
keluarga untuk jenis robusta dan 0,6 hektare per keluarga untuk jenis arabika.
Padahal, luasan kebun yang ideal untuk setiap keluarga petani adalah 2,7
hektare setiap keluarga. Persoalan lainnya adalah produktivitas kopi petani
cenderung lebih rendah dari potensi, yakni 0,53 ton per hektare dari total
potensi 2 ton per hektare untuk kopi robusta dan 0,55 ton per hektare dari
total potensi 1,5 ton untuk kopi arabika. Kombinasi dua permasalahan ini
akhirnya berimplikasi pada kemampuan finansial petani untuk modal memperluas
kebun, melakukan intensifikasi dan peremajaan menjadi sangat terbatas.
“Pesan
yang ingin saya sampaikan adalah pemerintah perlu hadir dalam menyelesaikan
persoalan di atas, seperti manajemen bibit kopi untuk para petani dan
lain-lain, didukung dengan melibatkan riset perkebunan yang kuat,” jelas dia.
Berdasarkan
data coffee market report International Coffee Organization (ICO) per Juni
2018, komoditas kopi global mengalami defisit dalam beberapa tahun terakhir,
sebesar 1,36 juta karung pada 2017. Dengan begitu, keberadaan Indonesia sebagai
negara produsen utama kopi dunia yang memiliki varian jenis kopi yang beragam,
dapat memerankan posisi strategis di level nasional maupun global. Saat ini,
Indonesia setidaknya memiliki 21 jenis kopi yang dikategorikan sebagai coffee
speciality yang mendapatkan sertifikasi Indikasi Geografi (IG) dari Kemenkumham
RI sebagai produk berkualitas dan spesifik. Kini saatnya para penggiat Kopi
lebih mengoptimalkan lagi usahanya untuk kebaikan kualitas Kopi itu sendiri,
termasuk para penggiat Kopi Mandheling.
[1]
Jangan dibayangkan seperti kompor gas dan sejenisnya, yang ada ya ada tunggku
atau dalihan natolu, ada cerek untuk masak air, ada periuk untuk masak nasi,
ada gelas dll
[2] http://www.mandailingonline.com/bupati-madina-jadi-pembicara-di-seminar-kopi-di-jakarta/