December 15, 2020

Buku Perbataan: Strategi Sun Tzu Memenangkan Pilkada







Pilkada adalah adu strategi. Pilkada bukan seberapa banyak duitmu untuk menang? Tapi seberapa cantik Timmu memanfaatkan Peluang. Pilkada demi Pilkada akan terus berlalu. Yang menang jadi peminpin yang kalah kembali untuk berjuang. Maka sangat tidak elok kalau Pilkadanya sudah selesai tetapi Konfliknya masih terus dipelihara. Jangan lupa Pilkada tahun 2024 kini sudah dipersiapkan dan intinya adalah bagaimana dengan Persiapan Tim Mu. Persiapan yang perlu dilakukan selagi masih dini. Jangan asal ikut Pilkada.
Pada saat Pilkada anda memerlukan Buku terkait STRATEGI SUN TZU MEMENANGKAN PILKADA. Strategi Sun Tzu melawan dan memenangkan perang yang di tuangkan dalam Pilkada. SunTzu mengajarkan cara meraih kemenangan tanpa memhabisi lawan. Ingatlah Kata SunTzu..Ketika sebuah pasukan mampu melakukan serangan, berlakulah seolah-olah tidak mampu melakukannya; ketika kita mampu mengerahkan kekuatan pasukan, berlakulah seolah-olah pasukan kita tidak mampu bergerak aktif; ketika kita sudah mendekati posisi musuh, berpura-puralah seolah-olah kita masih jauh dari lokasi mereka. Dan sebaliknya, ketika posisi kita masih jauh dari markas musuh, buatlah seolah-olah kita sudah dekat dengan lokasi mereka. Kalau anda mau ikut PILKADA- saya sarankan baca dulu buku ini-biar anda lebih mengenal siapa kawan dan siapa lawan saat kampanye. Kata orang Pilkada itu mahal biayanya ? Itu tergantung yang melihatnya. Ibarat makan, kalau kau makan dihotel berbintang lima. Satu kali makan dengan biaya satu juta, tidaklah ada artinya. Tapi kalau di warung pinggir jalan kau bisa makan sekenyang yang kau bisa harganya mungkin nggak sampai 20 ribu. Pilkada adalah adu strategi. Bukan Adu banyak duit. Buku ini diharapkan dapat memberikan inspirasi yang hidup bagaimana caranya memenangkan Pilkada dengan memanfaatkan strategi Sun Tzu secara elegan.




Manfaatkan Strategi SunTzu Dalam Memenangkan Pilkada

Kesempatan menjadi seorang Gubernur, Bupati atau Walikota sekarang ini kian terbuka. Kalau anda merasa bahwa untuk Indonesia yang lebih baik maka diperlukan para pemimpin yang baik, dan kalau anda merasa bahwa diri anda cukup baik untuk Indonesia? Maka sebaiknya anda harus maju dan ikut Pilkada. Demikian juga dengan organisasi kepemudaan atau organisasi Mahasiswa sudah sebaiknya dari awal membekali para kadernya untuk mempersiapkan mereka jadi Pimpinan Daerah. Jangan ragu. Demokrasi membuka jalan bagi siapa saja yang mampu jadi pemimpin untuk ambil bagian. Tidak ada jeleknya kan? Habis jadi pimpinan daerah kemudian jadi Presiden atau jadi Menteri? Anda tentu tidak keberatankan?
Kalau anda berminat maka buatlah rencanamu. Bagi para perencana, persiapan adalah tantangan, “gagal mempersiapkan dengan baik sama saja dengan merencanakan kegagalan itu sendiri”. Ungkapan ini juga berlaku dalam dunia politik praktis. Alam politik di era demokrasi modern berbeda dengan era sebelumnya. Dulu seorang pemimpin sudah ditetapkan sebelum dia lahir dan kemampuannya penuh dengan balutan mitos dan mistis secara turun-temurun. Tetapi setelah alam demokratis muncul maka mitos dan mistis seperti itu dihancurkan oleh logika dan rasionalitas. Orang tidak lagi mau dinina bobokkan maka kerja-kerja politik praktis menjadi sesuatu yang terukur dan terencana. Tapi pakah sesederhana itu? 

Seorang calon pemimpin tidak bisa lagi bersikap pasif bagai putra mahkota yang menunggu penobatan. Seorang politisi dituntut untuk melakukan aktivitas politik yang terencana dalam suatu manajemen yang baik. Setiap perencanaan tak berlaku seragam bagi setiap politisi. Seluruh perencanaan tersebut tentu harus disesuaikan dengan kondisi objektif politisi bersangkutan. Demikian juga calon Petahana dia boleh saja mempunyai berbagai kelebihan, tetapi soal mampu tidaknya memenangkan Pilkada[1] itu bisa jadi soal lain lagi. Memang harus diakui dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada), calon petahana memiliki kepercayaan diri yang luar biasa dibandingkan calon pendatang baru.
Tapi jangan lupa. Masih ingat dengan Pemilukada DKI 2012?  Menurut penulis Pemilukada DKI adalah contoh yang menarik tentang Tumbangnya seorang Petahana secara telak ditengah ke populerannya. Popularis Pasangan Petahana begitu luar biasa. Tetapi begitu kita melihat hasilnya? Kalah telak dan hilang begitu saja. Dalam pemilihan kepala daerah kali itu, kubu petahana tampak begitu atraktif dibanding para penantangnya. Salah satu kartu yang membuat publik berpikir ulang untuk tidak berpindah dari petahana adalah pemaparan gagasan Mass Rapid Transportation yang tampak visioner. Petahana memang punya banyak kelebihan khususnya terkait “isu-isu visioner” pembangunan. Persepsi yang berkembang waktu itu hanya petahana yang bisa melanjutkan “gagasan-gagasan visioner” itu. Calon baru akan memerlukan waktu untuk belajar dan mempela jarinya.
Ya  waktu itu  Komisi Pemilihan Umum Daerah DKI Jakarta, Jumat, 11 Mei 2012 lalu, menetapkan enam pasangan calon gubernur. Secara sederhana, pasangan petahana Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli, yang diusung Partai Demokrat, akan berhadapan dengan lima pasang penantang. Para penantang itu ialah Joko Widodo (Jokowi)-Basuki Tjahja Purnama (Ahok) yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Grindra, Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini oleh Partai Keadilan Sejahtera, Alex Noerdin-Nono Sampono oleh Partai Golkar, dan dua pasangan independen, Faisal Basri-Biem Benyamin, serta Hendardji Soepandji-A. Riza Patria.
Dari sisi penantang, tampak belum ada konsep yang begitu berbeda dibanding tawaran-tawaran kubu petahana. Inilah yang menyebabkan kubu petahana dikesankan lebih visioner. Dan karena itu, kunci untuk mengalahkan petahana adalah dengan membeberkan kelemahan kepemimpinan petahana periode sebelumnya. Di sinilah strategi Sun Tzu dimanfaatkan dengan sebaik baiknya.  Karena sudah memerintah satu periode, maka ternyata kepemimpinan Fauzi Bowo dikesankan sangat egois dan sinis serta kurang empati. Pecah kongsinya dengan Prijanto sebagai wakil gubernur jadi sesasi utama. Foke tidak bisa bekerja sama dan berbagi.  Ternyata mudah sekali membeberkan kelemahan kepemimpinan dan kebijakan petahana. Di sisi ini, masalah utama petahana ialah soal kepercayaan publik. Kubu petahana memang lebih bertumpu pada potensi pemilih rasional dan mapan, bahwa perubahan tetap dalam kesinambungan dan itu ternyata banyak disuka. Tapi, dalam hal kepercayaan ditambah lagi persoalan karakter “sinis dan kurang berempati” nya Foke terus di tonjolkan, dan ini bisa jadi bumerang. Hasilnya ternyata Petahana yang demikian kuat dan dominan di segala lini serta didukung dana pencitraan yang tiada habisnya. Ternyata tidak mampu mengalahkan Jokowi-Ahok. Pasangan pendatang baru, dua tokoh anak muda yang sesungguhnya hanya biasa-biasa saja. Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli tinggallah kenangan.
Negara Demokrasi Dari Dulunya
Bagi Indonesia, Pemilu sudah menjadi bagian integral historis daripada pelaksanaan sistem ketatanegaraan. Satu dekade setelah proklamasi 1945, tepatnya tahun 1955 Indonesia sudah melangsungkan Pemilu pertama yang demokratis. Kemudian berlanjut pada Pemilu pada era Orde Baru tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997. Selanjutnya pada masa reformasi telah berlangsung tiga kali Pemilu, yakni  tahun 1999, 2004, dan 2009. Sehingga istilah Pemilu sudah sangat familiar bagi penduduk di republik ini, dan tentu saja, sudah diserap sebagai pengetahuan dasar bagi hak politik rakyat Indonesia.
Merunut kembali sejarah Pemilu 1955, Pemilu di era rezim Orde Baru, Pemilu di masa reformasi, dan Pemilu di berbagai daerah, sebenarnya bisa diambil beberapa pelajaran penting tentang pemantauan pemilu. Pemilu 1955 berlangsung pada nuansa dan suasana kepartaian yang ideologis dan partisipatif. Semangat kontestasi yang dibuktikan lebih dari 100 peserta Pemilu membuat setiap kontestan saling mengawasi pelaksanaan Pemilu. Sementara Pemilu di masa rezim kleptokratik Orde Baru berada pada semangat zaman yang represif-totaliter. Deparpolisasi dan anti partisipasi masyarakat sangat mendominasi penyelenggaraan Pemilu di masa itu. Apalagi penyelenggara pemilu masa Orde Baru melekat pada pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri. Sehingga menjadi logis, isu pemantauan melekat pada domain rezim pemerintah.
Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah, atau seringkali disebut pilkada, adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama "pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah".
 Memilih Pemimpin Baru Secara Demokratis 
 Pilkada pada tataran ideal dimaksudkan untuk melakukan pergantian kekuasaan di daerah dengan cara yang demokratis, yaitu dengan mengikutsertakan rakyat secara langsung. Sehingga, diharapkan akan terpilih sosok penguasa terbaik, yang alim dan ihlas mengabdi untuk rakyat. Namun pada prakteknya muncul banyak distorsi sehingga Pilkada tidak lagi bisa diandalkan untuk memunculkan pimpinan daerah yang bagus. Tetapi persoalannya bukan di sana tetapi bagaimana anda bisa memenangkan Pilkada dimaksud.
Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Melalui Pemilu, pemerintahan sebelumnya yang tidak memihak rakyat bisa diganti. Jika pemimpin yang dipilih oleh rakyat pada Pemilu sebelumnya ternyata kebijakannya tidak memihak rakyat maka rakyat bisa bertanggung jawab dengan tidak memilihnya lagi di Pemilu berikut nya.
Inilah kelebihan demokrasi melalui Pemilu langsung. Cara seperti ini berusaha benar-benar mewujudkan pemerintahan yang dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi menghendaki, kekuasaan tidak dipegang oleh segelintir orang, tetapi oleh kita semua dengan melakukan pengecekan ulang dan perbaikan-perbaikan secara bertahap. Melalui Pemilu langsung, masyarakat pemilih bisa menilai apakah pemerintahan dan perwakilan pantas dipilih kembali atau justru perlu diganti karena tidak mengemban amanah rakyat. Sebagai salah satu alat demokrasi, Pemilu mengubah konsep kedaulatan rakyat yang abstrak menjadi lebih jelas. Hasil Pemilu adalah orang-orang terpilih yang mewakili rakyat dan bekerja untuk dan atas nama rakyat. Tata cara seleksi mencari pemimpin dengan melibatkan sebanyak mungkin orang telah mengalahkan popuralitas model memilih pemimpin dengan penunjukan langsung atau pemilihan secara terbatas.
Dengan demikian, Pemilu adalah gerbang perubahan untuk mengantar rakyat melahirkan pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menyusun kebijakan yang tepat, untuk perbaikan nasib rakyat secara bersama-sama. Karena Pemilu adalah sarana pergantian kepemimpinan, maka kita patut mengawalnya. Keterlibatan aktif masyarakat dalam seluruh tahapan Pemilu sangat dibutuhkan. Masyarakat perlu lebih kritis dan mengetahui secara sadar nasib suara yang akan diberikannya. Suara kita memiliki nilai penting bagi kualitas demokrasi demi perbaikan nasib kita sendiri.
Soal kualitas produk pemilu entah seperti apapun hasilnya, bagi anda yang penting saat ini adalah bagaimana caranya untuk memenangkan Pilkada ini dan anda Menjadi seorang Gubernur, atau seorang Wali Kota atau seorang Bupati. Karena itu anda harus melihat dunia politik  itu sebagai sesuatu gelanggang persaingan biasa yang perlu dimenangkan. Dunia politik tak ubahnya seperti arena bertarung yang sangat membutuhkan strategi dan perencanaan untuk pemenangannya.  Tidak hanya sekedar politik uang, tebar sembako tetapi anda memang harus bisa memenangkan hati  para pemilih di daerah pemilihan anda. Anda harus dapat memenangkan hati rakyat.
Saat ini rakyat sudah banyak tahu dan semakin kritis serta sebagian besar tak lagi tertarik pada hanya sekedar politik uang, meskipun tak dapat dipungkiri bahwa masih ada beberapa daerah yang memang masih fokus pada kemampuan bagi-bagi uang dan tebar sembakonya para calon Pilkada. Karena itu tidak heran bahwa masih ada sebagian partai politik yang menggunakan politik uang dan tebar sembako sebagai strategi pemena ngannya.
Menurut survey yang dilakukan oleh Pew Research Center for the People and the Press terhadap sekitar 200 konsultan politik di seluruh dunia pada tahun 1997 – 1998, ditemukan fakta bahwa kualitas dari pesan-pesan kampanye politik  dan strategi pencitraan para calon pemimpin yang maju Pilkada merupakan faktor utama dalam menentukan kemenangan dalam pemilihan, sehingga selain faktor biaya yang mutlak dipersiapkan untuk menggerakkan mesin politik calon kandidat, pencitraan calon pilkada merupakan kunci penentu kemenangan.
Bagi sebagian besar warga pendekatan program kerja yang ditawarkan oleh calon pilkada hanya akan dimengerti oleh publik yang “melek” politik. Tetapi bagi publik yang “buta” politik, mereka akan lebih suka melihat citra para calon pemimpin itu sendiri. Pengertian citra dalam hal ini berkaitan erat dengan suatu penilaian, tanggapan, opini, kepercayaan publik, asosiasi, lembaga dan juga simbol simbol tertentu terhadap personel yang diusung oleh partai.  Dengan demikian, tanggapan dan penilaian publik merupakan unsur penting dalam melakukan penelitian tentang Citra. Citra (image) adalah seperangkat keyakinan, ide dan kesan seseorang terhadap suatu obyek tertentu. Sikap dan tindakan seseorang terhadap obyek tersebut akan ditentukan oleh citra obyek yang menampilkan kondisi yang paling baik. Karena itu Pencitraan adalah salah satu kunci sukses pilkada anda.
Jadi dalam garis besarnya memasarkan seorang calon Pilkada tak ubahnya seperti memasarkan sebuah produk atau jasa kepada target pasarnya.  Pada dasarnya, jika diibaratkan pemasaran produk, target pasar untuk pemilukada adalah para pemilih (voters), yang kalau kita cermati secara lebih teliti terbagi dalam empat (4) segmen. Segmen pertama adalah pemilih ideologis (ideologist voters); yang kedua adalah pemilih tradisional (traditional voters); yang ketiga adalah pemilih rasional (rational voters) yang terbagi dalam pemilih intelektual dan non partisan; dan yang keempat adalah pemilih yang masih berubah-ubah (swing voters).  Dari data empiris memperlihatkan persentasenya sebagai berikut : Ideologist dan Traditional Voters menguasai sekitar 40% dari market share, sedangkan Rational Voters dan Swing Voters menguasai sekitar 60% dari market share (Priosoedarsono, 2005[2]). Nah sebagai calon Gubernur, calon bupati atau calon walikota anda dan tim sukses anda harus dapat merebut suara tersebut sebanyak bisa.

Sekapur Sirih 


Para pembaca yang budiman. Pemilukada tidak ubahnya mempromosikan produk baru, meski kualitasnya baik tapi tanpa didukung oleh promosi yang bagus dia tidak akan dikenal oleh masyarakat. Kandidat anda tidak akan terpilih. Produk berkualitas pada ahirnya memang pasti akan selalu unggul, tetapi tanpa dengan pemasaran yang baik ia memerlukan waktu yang lama dan cenderung sudah terlambat. Berbeda kalau dipromosikan dengan baik dan tepat maka ia akan jadi produk unggulan yang disenangi warga. Karena itu pemanangan Pilkada saat ini sudah memerlukan suatu organisasi pemenangan Pilkada secara profesional yang bisa memanfaatkan semua sumber daya agar bisa memenangkan Pilkada.
Tugas kandidat bukan lagi menyusun strategi dan taktik karena hal itu telah dipercayakan pada Tim Sukses. Tugas Kandidat bukan lagi mencari dukungan dana dan mengelola dana Kampanye. Karena anda telah memper cayakan tugas ini pada orang terpercaya di dalam Tim Sukses anda. Tugas Kandidat bukan lagi untuk menyusun Jadwal Kampanye, karena anda telah mempercayakan tugas ini pada manajer tim sukses anda. Ketua Tim Sukses/Manajer Kampanye berserta anggota timnya bertanggung jawab untuk menangani seluruh tahapan dan proses pemenangan, pelaksanaan sampai sang Kandidat dilantik jadi Gubernur, jadi Wali Kota atau Bupati.
Salah satu yang besar maknanya dalam keberhasilan seorang kandidat Pilkada adalah pemahamannya bahwa sebaiknya segala sesuatu itu tidak terjadi begitu saja. Sesuatu upaya yang dilakukan secara bertahap dan berlanjut. Karena itu kita ingin mengingatkan pada calon kandidat Pilkada ada fase-fase penting yang sangat berperan dalam kesuksesan seorang kandidat.
Fase Pertama adalah Fase Penanaman Modal Sosial. Fase ini dikenal juga dengan fase sosialisasi. Fase ini adalah fase dimana kandidat secara sungguh-sungguh dan benar-benar dapat terjun ke tengah kehidupan masyarakat. Kandidat secara langsung ikut melakukan berbagai kegiatan sosial di tengah-tengah masyarakat. Kandidat melakukan kerja-kerja sosial yang populer di tengah warga, terserah apakah itu terkait lingkungan hidup, paguyuban ternak atau para tani. Artinya paguyuban yang populer di tengah-tengah warga di wilayah dimana anda akan maju untuk ikut Pilkada tersebut. Bagi calon kandidat fase ini bisa berperan sebagai ajang pelatihan kepemimpinan. Bagaimana caranya agar bisa terpilih jadi ketua paguyuban tersebut dengan cara yang baik dan elegan. Hal ini penting, karena akan langsung dilihat oleh warga.
Bagi kandidat yang jeli, fase ini sesungguhnya bisa menjadi ajang unjuk kemampuan diri dalam hal kepemimpinan. Jangan pernah berpikir bahwa modal sosial seperti ini bisa diciptakan secara instant atau dibeli dengan harga tertentu. Semakin berhasil seorang kandidat dalam organisasi kemasyarakatan maka akan semakin besar kepercayaan warga padanya. Semakin besar keberhasilan calon kandidat dalam fase ini maka akan semakin besar pengaruhnya pada popularitas calon kandidat.  Semakin kuat pula modal sosial calon kandidat dalam memperluas jaringan sosial kandidat di masyarakat.
Besarnya modal sosial yang dipupuk oleh kandidat akan sendirinya akan dapat menekan biaya finansial yang harus dikeluarkan oleh kandidat pada saat kampanye pilkada nantinya. Bahkan pada tahap tertentu, justru pemilih yang akan secara suka rela mengeluarkan tenaga dan dana untuk mendukung keberhasilan kandidat. Mereka mau menjadi pekerja sukarela dalam mensuksesan keberhasilan calon kandidat. Para sukarelawan yang teroraganisir dengan baik niscaya akan menjadi aset yang sangat besar maknanya dalam pemenagan pilkada. Bisa dipahami, seberapa besarpun dana yang ada tetapi kalau semua harus di bayar, pastilah dananya akan kurang. Tim Sukarelawan adalah solusi ampuh dalam memenangkan Pilkada.
Fase Kedua adalah Fase Meraih Dukungan Politik. Fase ini adalah fase dimana kandidat berhasil mendapat kan dukungan dari partai politik yang tepat. Kenapa kita sebut partai politik yang tepat? Karena kandidat mendapatkan partai politik yang sepenuhnya mau dan bersedia memberikan dukungannya dan yang paling penting lagi adalah Partai politik yang paling banyak pendukungnya di daerah tersebut dan mesin politik partai itu mau mendukung keberhasilan anda. Anda harus berjuangan untuk itu. Pada fase ini yang dibutuhkan adalah lobi-lobi politik dan kekuatan finansial. Kedekatan dengan elit politik menjadi faktor penting.
Hal ini penting untuk meyakinkan elit partai bahwa kandidat tersebut adalah orang yang punya potensi besar untuk memenangkan Pilkada. Kandidat juga harus dapat menyakinkan elit partai bahwa kemenangan kandidat tersebut akan menguntungkan partai untuk kurun 5 tahun kedepan. Selain itu, sudah menjadi rahasia umum, untuk mendapatkan tiket partai, kandidat juga harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Suka tidak suka ini lah konsekuensi dari sistem demokrasi yang tengah kita bangun.
Fase Ketiga adalah Fase Memobilisasi Dukungan Pemilih. Ini adalah fase atau babak final dari pertandingan Pilkada. Disini kandidat dituntut untuk piawai mengatur dan menggerakan mesin mobilisasi pendukung (jaringan sosial) dan mesin pencitraan (media komunikasi). Pengalaman dan strategi politik sangat diperlukan pada fase ini. Bila dipandang perlu, konsultan politik bisa diminta bantuanya untuk mendampingi anda.
Para pembaca yang budiman penulisan buku ini bermula dari permintaan seorang sahabat yang mau ikut pemilukada, dia meminta semacam Tip untuk bisa memenangkan Pilkada. Permintaan itu kemudian di uji dan diproses lewat mekanisme diskusi rutin yang melibatkan pakar Tim Perbatasan, dan Tim Pertahanan dari kelompok www.wilayahperbatasan.com. Setelah putaran diskusi yang ketiga, ternyata hasilnya tidak saja sekedar Tips untuk memenangkan Pilkada secara Elegan, tetapi sudah hampir menyeluruh berisi suatu strategi dan taktik dari suatu proses pemenangan Pilkada secara Elegan. Itulah cikal bakal yang menjadi lahirnya buku ini.
Penulis berterima kasih pada kerjasama Tim, baik sesama mantan anggota Tim Pakar Batas Kemdagri, juga tim ahli PT Indah Unggul Bersama dan semua anggota dari Tim Perbatasan dan Pertahanan yang terhimpun dalam jaringan www.wilayahperbatasan.com dan www.wilayahpertahanan.com  Semoga buku ini dapat memberikan manfaat pada kemajuan berdemokrasi di tanah air tercinta.

Untuk memperkaya cara pandangan anda, maka buku ini disusun dengan daftar isi sebagai berikut :



 



Daftar Isi

Isi
Sekapur Sirih
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Strategi Sun Tzu Dalam Pemilukada
1.1   Latar Belakang.
1.2   Kenapa Buku Ini Saya Tulis
1.3   Untuk Siapa Buku Ini Saya Tulis
1.4   Apa Manfaat Buku Ini Buat Anda
1.5   Tata Urut dan Ruang Lingkup
Defenisi dan Pengertian
Daftar Pustaka
BAB II  Tata Cara Pendaftaran Pemilukada
2.1  Sejarah Pemilukada.
2.2  Poin-point  Perlu Revisi UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang  Pemilukada
2.2.1  Revisi Versi atau Usulan DPR. Dewan
2.2.2  Poin-poin Revisi Versi Pemerintah.
2.2.3 13 Poins Revisi UU Pilkada Kesepakatan
2.3    Calon Pilkada Dari Partai Politik Yang Tengah Konflik
2.4    Intisari UU No 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
2.5   Tata Cara dan Mekanisme Pemilihan Kepala Daerah 
BAB  III  Rencanakan Kemenanganmu
3.1     Ihtiar Itu Harus Maksimal
3.2    Temukan Visi dan Misi, Gratiskan Pendidikan dan Kesehatan.
3.3    Temukan Kenderaan Politik yang sinergis dengan Keberhasilan Anda.
3.4 Peta Politik dan Kekuatan Pendukungnya
3.5     Mengetahui Kelemahan dan Kekuatan Petahana dan Kandidat Lain 
BAB IV   Membentuk Tim Sukses
4.1     Persiapan Pembentukan
4.2     Penyiapan sarana dan prasarana Tim Sukses
4.3     Pembentukan Tim Sukses
4.4     Road Map Menuju Kemenangan
4.4.1  Matangkan Strategi
4.4.2  Road Map Tim Sukses
BAB V  Launching Kampanye, Menangkan PilkadaMU
5.1    Big Launching atau Soft Launching?
5.2    Persiapan Launching
5.3    Big Launching Kampanye
5.4    Menangkan Pilkadamu
5.5 Pengalaman Kandidat Yang Berhasil       

Bandung  2015


[1] Catatan penulis: pemakaian kata Pemilukada atau Pilkada dalam buku ini maknanya sama, kalau kebetulan terasa menuliskannya lebih cocok pilkada maka akan dituliskan sebagai pilkada, begitu juga sebaliknya kalau lebih cocok pemilukada maka dituliskan sebagai pemilukada.
[2] Pendapat ini dikutip oleh berbagai media online tetapi penulis belum dapat menemukan bukunya sendiri, namun diyakini akan kualitas pemikirannya yang baik dan benar.


No comments:

Post a Comment